Teman-teman Pembaca pasti bingung mengartikan judul diatas.
Judul diatas adalah sepenggal kisah perjalanan kami (4 orang Missilian yang bertugas mensurvei lokasi).
Ketika itu hari Senin 06 April 2009, tepat pukul 5 Sore, kami yang bertugas melakukan survei lokasi berangkat menuju tempat dimana nantinya semua bantuan yang kami dapatkan akan kami salurkan.
Kami sempat terjebak macet dibeberapa titik menuju lokasi. Hilir mudik kendaraan bermotor, gemerlap lampu kota, diiringi rintik hujan, suara klakson kendaraan yang tidak mau kalah tak membuat kami menyerah. Kami tetap teguh menyusuri tiap jalan demi menolong sesama.
Semangat itu terus membawa kami menyusuri jalan yang sejujurnya kami pun belum pernah melewatinya. Sempat berhenti sekedar membeli sebotol air mineral dan bertanya pada beberapa orang dijalan (termasuk security Kedutaan Besar), kami tetap saja tidak menemukan lokasi dengan mulus. Kembali berhenti dipinggiran jalan, disebuah warung kelontong, kami kembali harus mengingat setiap instruksi yang harus kami lalui nantinya.
Kembali masuk ke mobil dan menemukan beberapa patokan yang diberikan oleh (sebut saja) Mas Baik Hati. Kami kembali optimis akan segera menemukan lokasi yang dicari.
Ternyata (lagi-lagi) kami tak seberuntung itu. YA! Kami kembali salah. Tidak fatal namun harus memutar kembali keempat roda mobil yang kami tumpangi. Kembali disambut kemacetan tiada tara. Akhirnya, kami menemukan putaran balik untuk kembali menyusuri jalan yang sama.
Kali ini kami bertekad tidak mau salah lagi. Didalam mobil kami saling berbagi tugas untuk memperhatikan jalan yang akan kami lewati.
“Moink, lo liatin yah jalanan kecil yang tadi lo liat itu, gw juga liatin jalan yang tadi Dicky bilang ada portalnya itu” ujar Bowo
Dengan penuh perhatian dan konsentrasi tingkat tinggi, aku menjawab “Siap,wo!”
Sementara Dicky tetap sibuk melihat jalan di kiri dan kanan. Karena mobil kami melaju pelan saat itu. Ruri sibuk mempersiapkan kamera untuk dokumentasi dilokasi nanti.
Melewati belokan yang pertama dan belokan kedua. YES! Kami menemukannya.
Jalannya kecil meliuk-liuk, sedikit hancur dan becek. Kami terus menyusuri jalan sampai tersadar bahwa didepan kami jalannya teramat kecil hingga tak dapat lagi dimasuki mobil. Kami pun berinisiatif untuk kembali bertanya. Memastikan bahwa kami “TIDAK LAGI” salah jalan.
Alhamdulillah, kami benar-benar ada dijalan yang dimaksud dalam buku agenda kulit hitamku (buku tempat dimana aq menulis semua alamat).
Dicky segera memarkir mobilnya dipinggiran toko berkaca gelap. Kami bergegas keluar dari mobil dan membawa setiap keperluan yang kami butuhkan (Kamera dan binder kuning Ruri u/catatan).
Ada 2 jalan bercabang yang harus kami pilih dan kami sepakat memilih cabang jalan pertama yang bertuliskan “Gg. Buntu”. Jalannya kecil sekali serupa jalan tikus yang biasa kita lewati dikala macet. Ups! Ternyata lebih kecil lagi dari itu, hanya bisa dilewati motor dan 2 orang berjajar. Sampai ujung jalan tak ada satupun orang yang dapat kami temui untuk bertanya. Semua rumah-rumah kecil itu sudah menutup pintu rumahnya rapat-rapat. Sekalipun ada yang membiarkan pintu rumahnya menganga namun tak ada satupun kulihat orang didalamnya, hanya sebuah TV 14 inch yang menyala dengan iklan Partai Politik.
Sempat melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku dan sempat bertanya didalam hati, “baru jam 7..apa iya uda pada tidur semua?!” dan kembali menghiraukannya berharap menemui orang yang dapat ditanyai.
Tepat diujung gang, ada sebuah rumah disebelah kiri bertuliskan “Ketua RT.006/05”.
Kami bergegas bertanya pada ketua RT setempat mengenai lokasi yang kami cari. Sayangnya, Pak RT tidak ditempat. Kami pun tak lagi menuggu dan segera bertanya pada Ibu RT.
Ibu RT pun langsung tanggap dengan pertanyaan kami dan mulai memainkan telunjuknya mengarahkan kami pada tempat yang dimaksud. Setelah berterima kasih, kami kembali berjalan. Sementara Ruri, tak lelah memotret setiap lekuk jalan yang kami lewati (untuk dokumentasi blog ini, “btw, Thanks Ruri!”).
Akhirnya, sampailah kami disebuah rumah kecil yang ditunjuk Ibu RT. Namun ketika kami sampai disana, para sukarelawan rumah singgah tersebut sudah memanggul tas ranselnya masing-masing dan siap bergegas pulang. Tetapi, kedatangan kami disana, membuat para sukarelawan ini membatalkan niat mereka untuk pulang. Didepan ruang tamu dengan dua kursi rotan dan satu sofa tua seadanya, kami saling berjabat tangan memperkenalkan diri masing-masing. Disambut oleh Mba Lenny, Bang Wolter dan Mba Hana, kami menceritakan maksud kedatangan kami. Mereka sangat ramah dan tersirat bahwa mereka sangat gembira dengan rencananya kami memberikan pelatihan seni kepada anak didiknya yang notabene anak jalanan.
Aku dan Bowo berdiskusi dengan bang wolter tentang workshop yang akan kami berikan serta menanyakan jumlah peralatan yang harus kami sediakan dalam menunjang workshop kami ini. Sementara Dicky dan Ruri, sibuk memotret setiap ruangan yang akan kami gunakan untuk workshop kami nantinya. Mereka tak hanya berdua namun ditemani Mba Lenny yang juga bertugas memberikan info seputar ruangan yang dapat kami gunakan untuk workshop kami nanti.
Sekitar 30 menit kami disana, banyak hal yang kami dapatkan. Antara lain kami menjadi sadar bahwa apa yang “akan” kami lakukan kelak akan sangat berarti bagi mereka (Anak Jalanan).
Setelah berpamitan, kami kembali menyusuri jalan kecil nan gelap itu dengan perasaan syukur. LEGA, mungkin itu kata yang tepat yang dapat kami simpulkan berempat. Mengapa? Karena usaha keras kami tak sia-sia. Kami sampai dilokasi yang kami tuju dengan satu niatan tulus membantu para anak jalanan.
Walaupun menyusuri panjangnya jalan yang gelap namun SEMANGAT kami dan para Missilian mampu MENERANGKAN HATI kami. Kami beruntung dapat menjadi orang-orang yang merasakan susahnya hidup menjadi Anak Jalanan. Tak terus menerus melihat keatas namun sesekali mencoba melebur menjadi orang bawah yang kekurangan dan membutuhkan uluran tangan.
Kalau kami bisa menerangkan hati kami, KAMU PUN PASTI BISA!! nMaurine Mawardi